Selasa, 24 Juni 2008

Pendekar Subuh

Ayam baru saja berkokok ketika bel pintu rumah berbunyi dengan nyaringnya. Tidak hanya sekali bel itu berbunyi. Tapi berulangkali. Tentu saja hal ini mengganggu tidur nyenyak kami. Tidak berapa lama setelah bunyi bel itu, ada suara yang sangat kami kenal. “Bangun… Bangun… Subuh… subuh…”. Begitu suara itu berkata.
Tanpa banyak menggeliat lagi, kami beranjak dari tempat tidur lalu menuju musholla. Namun suara itu tidak berhenti untuk membangunkan orang agar segera shalat subuh. Itulah suara R.H.M. Syafei. Kakek kami tercinta yang biasa kami panggil Bapak. Bapak memang selalu begitu. Rutinitas yang sama setiap hari yaitu membangunkan orang untuk shalat. Padahal waktu shalat subuh belum tiba.
Bapak memang dikenal sering menjalankan shalat malam hingga subuh tiba. Kami terbiasa untuk mendengarkan adzan subuh meskipun dalam keadaan terkantuk-kantuk. Pekerjaan yang dilakukan oleh Bapak sangat sulit untuk kami tiru. Bayangkan. Betapapun menariknya acara TV yang sedang ditonton oleh Bapak, jika sudah mendekati waktu shalat, akan langsung Bapak tinggalkan. Bapak terbiasa sudah dalam kondisi siap Shalat sebelum waktu shalat tiba. Bukan hanya berwudlu. Bapak juga sering mandi sebelum shalat.

Acara kegemaran Bapak jika malam hari adalah menyaksikan Dunia Dalam Berita di TVRI. Bapak adalah seseorang dengan wawasan yang luas. Menambah pengetahuan dengan menonton berita menjadi syarat wajib bagi mereka yang ingin menambah wawasan. Tidak demikian dengan Bapak. Seingat saya, Bapak tidak pernah habis menonton Dunia Dalam Berita karena baru sebentar saja acara itu dimulai, Beliau sudah bersiap untuk tidur. Malas ? Mengantuk ? saya rasa bukan. Bapak sudah terjebak dalam kebiasaan yang sangat menguntungkan. Beliau bersiap istirahat untuk bangun dimalam hari dan melaksanakan Shalat Tahajjud. Dilanjutkan dengan Shalat Subuh dan mengajar mengaji bagi masyarakat sekitar. Bukankah Malam memang diciptakan Allah SWT untuk beristirahat dan siang untuk bekerja? Hadits Nabi Muhammad SAW bahkan mengatakan, barang siapa membuka matanya di pagi hari dengan mengagungkan nama Allah hingga terbitnya matahari, maka hatinya akan senang sepanjang hari. Itulah yang dilakukan Bapak.
Alhamdulillah, saya dilahirkan dari keturunan seorang R.H.M. Syafei. Sosok yang sulit dicari tandingannya. Hingga saat ini. Setidaknya begitu pendapat saya.

Hendy Herdiman mengatakan...

Informasi yang bermanfaat bagi kita generasi penerus, harus kita tiru dan amalkan. Wah tulisan menarik..sip ! Ditunggu artikel selanjutnya !!

Inna mengatakan...

Waaah...jadi inget waktu dulu nginep di Selakopi, pasti deh sebelum Subuh ada yang gedor-gedor pintu kamar..."Subuh...Subuh, Bangun!" mau ga mau kebangun deh ngedenger suara Aki yang menggelegar...meskipun mata masih sepet-sepet...hehe
Trus kalo lagi nginep di Citeureup, Aki suka nyetel jam weker atau jam yang ada musiknya pas jam 2an, buat Salat Tahajjud.
Pagi-paginya...minta beliin koran Pos Kota deh..Kangen deh ^_^